Pandangan WHO tentang
Sunat atau Khitan Wanita
Sunat atau khitan atau sirkumsisi adalah suatu tindakan yang sudah
sangat umum dikenal dan diakui oleh agama-agama di dunia. Khitan dapat
dilakukan pada pria dan wanita. Namun khitan wanita atau dalam WHO dikenal
dengan Female Genital Mutilation
merupakan tindakan yang banyak menuai kontroversi. Berikut adalah pernyataan
dari WHO:
“Sunat pada
wanita secara internasional dikenal sebagai pelanggaran hak asasi manusia
terhadap anak-anak wanita dan wanita dewasa. Sejak sunat ini hampir selalu
dilakukan walaupun sedikit, hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap hak
asasi anak.”
Jenis-jenis sunat wanita, yaitu:
1.
Klitoridektomi
Menghilangkan klitoris (bagian genital
wanita yang kecil, sensitif, dan hanya pada bagian erektil) sebagian atau total
dan atau dalam kasus yang jarang hanya pada preputium (lipatan kulit di sekitar
klitoris)
2.
Eksisi (pemotongan)
Menghilangkan sebagian atau total klitoris
dan labia minora, dengan atau tanpa eksisi labia minora (labia adalah bibir
yang mengelilingi vagina)
3.
Infibulasi
Menyempitkan pintu vagina melalui kreasi
yang menutupinya
4.
Lain-lain
Semua prosedur yang menyakitkan pada organ
genital wanita dengan tujuan bukan tujuan medis, contohnya: penusukan, mencungkil, menggunting, mengikis, dan
membakar organ genital
Sunat wanita menuai berbagai konsekuensi. Dari sisi kesehatan, siunat wanita tidak
memiliki keuntungan. Tindakan yang dilakukan hanya merusak genital wanita yang
sudah dalam keadaan normal dan natural. Bahkan hanya menimbulkan efek samping
dan risiko seperti dibawah ini.
Risiko kesehatan yang segera
-
Nyeri berat
-
Syok
-
Perdarahan (misal: perdarahan berlebih)
-
Sepsis
-
Kesulitan mengeluarkan urin
-
Infeksi
-
Kematian
-
Konsekuensi psikologis
-
Unintended labia fusiin
Risiko Kesehatan Jangka Panjang
-
Perlu pembedahan
-
Masalah perkemihan dan menstruasi
-
Nyeri saat hubungan seksual dan miskinnya
kualitas seksual
-
Infertilitas
-
Nyeri kronik
-
Infeksi (misal: sistitis, abses dan ulkus
genital, infeksi pelvis kronis, infeksi traktus urinarius)
-
Keloid (misal: berlebihnya jaringan skar)
-
Infeksi saluran reproduksi
-
Konsekuensi psikologis, seperti ketakutan
berhubungan seksual, gangguan stres pasca trauma, kecemasan, depresi)
-
Peningkatan risiko kanker serviks
Komplikasi obstetrik
-
Seksio sesaria
-
Perdarahan postpartum
-
Memperpanjang tinggal di rumah sakit
-
Resusitasi neonatus
-
Mati saat lahir (stillbirth)
Kondisi yang sering dipertimbangkan
memiliki hubungan dengan sirkumsisi tetapi dalam penelitian tidak memiliki
hubungan
-
HIV
-
Fistula obstetrik
-
Inkontinensia
Selain konsekuensi kesehatan,
sunat wanita juga menuai konsekuensi sosial. Beberapa penelitian
mengidentifikasi konseskuensi yang negatif untuk keluarga, anak, dan wanita
dewasa dari tindakan ini. Praktik ini dilakukan karena adanya norma sosial yang
kuat di tengah masyarakat. Jika tindakan ini tidak dilakukan oleh seseorang
atau anggota keluarga, maka akan terjadi diskrimininasi, seperti tidak dianggap
sebagai anggota masyarakat tertentu. Sampai-sampai mereka menyadari bahwa
risiko sosial lebih besar daripada risiko kesehatan fisik dan mental yang
dialami oleh wanita tersebut.
Legalitas Sunat Wanita di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1636 tahun 2010
tentang Sunat Perempuan maka sunat perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan tertentu, yaitu dokter, bidan, dan perawat yang telah memiliki surat
izin praktik. Tenaga kesehatan inipun diutamakan perempuan. Yang dimaksud sunat
perempuan dalam hal ini adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian
depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Persyaratan dan prosedur tindakan juga
telah diatur dalam Peraturan ini.
Sunat Wanita dalam Perspektif Islam
Sunat bagi wanita tidak diperselisihkan syari’atnya, namun para ulama
berbeda pendapat tentang hukumnya, apakah hanya sunnah atau sampai wajib. Namun
demikian, berdasarkan hadits dibawah ini pendapat terkuat adalah wajib.
“Fitrah ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut
bulu ketiak, menggunting kuku, dan menggunting kumis” (Shahih, HR.Bukhari &
Muslim)
Namun, tidak semua jenis khitan digeneralisasikan untuk
dibenarkan. Di Afrika, dikenal jenis Khitan Fir’auni yang prosedurnya menyalahi
ajaran islam. Ada beberapa bentuk khitan Fir’auni, yaitu:
-
Klitoridektomi
-
Dipotong sebagian bibir dalam vagina
-
Dijahit sebagian lubang tempat keluar haidnya
Jika demikian, maka jenis seperti ini tidak diperbolehkan
karena mengandung mudharat yang besar bagi wanita. Maka, sabda nabi saw “Apabila
kamu mengkhitan, potonglah sedikit saja dan jangan kamu habiskan. Hal itu lebih
mencerahkan wajah dan lebih menyenangkan suami” (HR. Al-Hakim, Ath-Thabrani,
dan selain keduanya). Prosedur khitan secara lebih rinci dapat dibuka link yg
menjadi sumber.
Berdasarkan tiga sumber yang disebutkan diatas, maka diperbolehkan
atau tidaknya sunat wanita tergantung sudut pandang pembaca. Penulis pribadi
lebih memilih mentaati perintah Allah dan Rasulnya, terlepas dari berbagai
konsekuensinya. Karena penulis yakin, jika diturunkan suatu perintah kepada
umatNya, maka kemaslahatanlah yang akan didapatkan..
Wallahu’alam bish
shawab
Sumber:
1.
WHO, 2012, Understanding and adressing violence
againts women
2.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
NOMOR 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan
3. asysyariah.com/problema-anda-hukum-khitan-bagi-wanita/