Waktu itu setelah semester 7, setelah semua blok dalam 3,5
tahun materi S1 rampung, ada masa libur semester. Karena tidak pulang kampung
& stay di Jogja, akhirnya aku memutuskan untuk ikut sahabat untuk mengambil
data penelitiannya. Sampelnya ada di Kabupaten Sleman dan diwakili oleh 4 kecamatan.
Dalam tulisan ini, aku tertarik untuk menulis pengalaman kami selama
‘berpetualang’ di Kecamatan Turi dan Tempel. Oya, data yang akan diambil adalah
data primer. Pada awalnya kami ke Dinas Kesehatan Kabupaten untuk mengetahui
prevalensi TB anak tiap Puskesmas, setelah itu kami ke Puskesmas yg dipilih dan
kemudian meminta alamat pasien disana dan setelah itu mendatangi ke rumahnya.
Di Puskesmas, data yang kami terima tidak begitu spesifik.
Alamat yang tertera hanyalah nama dusun. Jadi, kami harus menanyakan nama
kepala keluarga di satu dusun. Uniknya, hampir semua nama orang yang kami
tanyai, orang tersebut tahu. Mungkin inilah efek sosialisasi yang masih hangat
pada masyarakat rural. Dan Allahpun tak kan melepaskan kami walau sedetik. Banyak kemudahan-kemudahan yg kami alami saat
mencari alamat, seperti bertanya pada orang yg ternyata kami cari, atau bertanya
langsung tepat di dekat rumahnya.
Sure lof, it’s Edensor (jilid 2)
Suatu sore,
sekitar 30 menit menjelang maghrib, kami memutuskan untuk mencari alamat yg
terakhir di hari itu. Saat kami mencoba memasuki dusun tersebut, yang ada hanya
kebun salak di kiri kanan jalan dan tidak kami temui rumah warga. Kamipun terus
berjalan, berharap ada rumah warga yg bisa kami tanyai. Karena tidak
menemukannya dan isi di kepala sudah aneh-aneh, kami memutuskan untuk pulang
dan melanjutkan esok hari. Saat kami kembali ke tempat semula, ada sekelompok
warga dan kami berinisiatif untuk menanyainya. Ternyata warga tahu alamat yang
hendak kami tuju. Beliaupun berinisiatif untuk mengantarkan kami. Tetapi karena
hari sudah hampir maghrib, kami menolak dan hendak melanjutkan esok hari. Namun
beliau memaksa, akhirnya kami menurut. Kamipun mengikuti beliau. Ternyata
sepanjang perjalanan memang jarang ditemukan rumah warga. Kami terus mengikuti
bapak itu, terus mendaki, dan hanya kami temui kebun salak yg rimbun di kiri
kanan jalan yang sempit, ditemani jingga cahaya mentari. Akhirnya, sampailah
kami pada rumah yang dituju. Saat itu matahari mulai bersembunyi, kamipun tidak
masuk, dan orang tua si anak mengisi kuesioner kami di halaman rumah. Ketika
hari semakin gelap, tak ada tanda-tanda lampu rumah hendak dihidupkan. Kamipun
akhirnya paham dengan kondisi ekonomi mereka. Setelah itu, kami berdua pulang
dengan motor yg sesekali tidak menyentuh tanah..
Rabb, terima kasih atas segara nikmat yg Engkau berikan kepadaku dan keluargaku. Jadikanlah kami hambaMu yg senantiasa bersyukur. Mudahkanlah rizki bagi keluarga beliau dan yang lain..
Rabb, terima kasih atas segara nikmat yg Engkau berikan kepadaku dan keluargaku. Jadikanlah kami hambaMu yg senantiasa bersyukur. Mudahkanlah rizki bagi keluarga beliau dan yang lain..
Wonder Woman
Well, ada
lagi, seorang ibu yang menceritakan perjuangannya saat mengobati anaknya. Setelah
mengetahui bahwa kami adalah mahasiswa kedokteran, dengan leluasa ibu ini
bercerita. Anaknya adalah siswa SMP, didiagnosis dokter dengan banyak kelainan
di tubuhnya. Ada kelainan di hati, paru-paru, dan terakhir kami lihat ada
benjolan di leher sebelah kiri. Sekitar 1,5 tahun ibu ini berjuang untuk
mencari pengobatan. Mulai dari terapi medis hingga herbal. Hingga sampailah
beliau bercerita tentang rumah sakit yg bagus pelayanannya hingga rumah sakit
yang ‘ga banget’ pelayanannya. Mengapa saya bilang ‘ga banget’? Karena rumah
sakit ini membiarkan pasien jamkesmas menunggu seharian untuk bisa memasuki
bangsal, kecuali pasien yg bisa membayar sejumlah uang ke perantara agar bisa
masuk. Dan membayarnyapun bukan harga yg murah. Pada akhirnya, anak ibu ini
bisa memasuki bangsal karena membayar seorang perantara dari partai politik
tertentu. Sebuah ironisme di negeri ini. Sampai akhirnya beliau menemukan rumah
sakit yg bagus pelayanannya di daerah Kalasan, tempat yg cukup jauh dari
rumahnya. Penyakit ini membuat anak beliau sering tidak masuk sekolah dan tidak
bisa naik ke tingkat berikutnya. Namun setelah ia masuk sekolah lagi, ia
berhasil membuktikan kepada semuanya bahwa sakit tidak menghalanginya untuk
jadi juara kelas. Dan ia mengatakan bahwa, “selama ini aku belum bisa berterima
kasih kepada orang tua, dan inilah caraku untuk berterima kasih kepada mereka”.
Speechless. Hampir satu jam kami disini. Dari afeknya, kami tahu bahwa beliau
sangat sayang sekali dengan anak gadisnya. Saat ini, beliau sedang berjuang
untuk mengobati benjolan yg ada di leher kiri sang anak, yg menurut diagnosis
dokter dan kami (ternyata klop :D) adalah pembesaran kelenjar getah bening.
Tapi kurang tahu, apakah karena tumor, infeksi, atau yg lain. Yang jelas, ibu
tersebut pada akhirnya sangat bahagia saat ini kondisi anaknya jauh lebih baik
dari sebelumnya. Badannya sudah berisi, sehingga para tetanggapun heran karena
dulunya badannya hanya seperti kulit membungkus tulang. Well, you’re a great
mother!! 2 thumbs for you!
Human: An Unique Creature
Seringnya kami bertanya alamat & membujuk orang untuk mengisi kuesioner membuat kami mengenali sosok yang bernama ‘manusia’ lebih dalam. Seperti klasifikasi PREDIK, ada orang yg baik banget, baik, borderline, dan kurang baik. Alhamdulillah kami tidak menemukan orang yang sangat tidak baik. Orang yang baik banget: Pernah ada bapak yg mengantar kami untuk menemukan satu alamat dengan menunjukkan jalan sambil berlari, sedangkan kami naik motor. Sebelumnya kami sudah menawarkan untuk diberikan ancer-ancernya saja seperti biasanya, tapi beliau menolak. Ternyata rumahnya memang cukup jauh dan susah untuk dicari, namun kami sampai diantar ke halaman rumah. Jzk khoir Pak. Ada juga keluarga yg menyuguhkan hidangan kepada kami, mengajak ngobrol dan menahan kami pulang, serta membawakan kami salak. Orang yang baik & borderline: banyak ditemui. Orang yang kurang baik: sebenarnya tidak enak hati untuk bilang bahwa orang ini kurang baik, tapi memang mereka agak berbeda daripada yang lain. Pertama, ada bapak yang tidak mengakui bahwa nama yg kami tanyakan adalah nama salah satu anggota keluarganya. Padahal nama istrinya adalah benar. Setelah kami tanya-tanyai lagi, ternyata bapak ini memang agak keberatan jika mengisi kuesioner. Akhirnya setelah kami bujuk, beliau mau. Dan beliau mengakui bahwa nama yang kami sebut tersebut adalah benar nama anggota keluarganya. Selain itu, ada lagi yang sama sekali tidak mengakui bahwa cucunya pernah dibawa ke puskesmas dan mengalami tuberkulosis dengan alasan alamat aslinya bukan di Jogja. Padahal nama anggota keluarganya semuanya klop. Kalau yg ini, wallahu’alam. Ada lagi, kami sudah mendatangi rumahnya sebelumnya dan karena tidak ada bapaknya, kami mengunjungi lagi di lain waktu. Saat kami datangi lagi, pintu rumah terbuka dan kami memberikan salam. Rasa-rasanya waktu itu jatah salam kami sudah habis dan kamu terus saja memberi salam (astaghfirullah, jangan dicontoh). Pada akhirnya kami bertemu dengan Si Mbah tetangganya dan spekulasi beliau adalah orang yang kami cari ada di dalam rumah. Lantas, Si Mbah bertanya “Mbak mau nagih hutang ya?”. Kamipun bertatapan dan sepertinya paham dengan akar masalah. Kamipun pulang, dan tidak hendak kesana lagi. Tidak ada niatan apapun untuk menceritakan 3 tokoh terakhir yg diceritakan disini, kecuali untuk mengambil ibrah agar kita menjadi hamba Allah yang baik.
Seringnya kami bertanya alamat & membujuk orang untuk mengisi kuesioner membuat kami mengenali sosok yang bernama ‘manusia’ lebih dalam. Seperti klasifikasi PREDIK, ada orang yg baik banget, baik, borderline, dan kurang baik. Alhamdulillah kami tidak menemukan orang yang sangat tidak baik. Orang yang baik banget: Pernah ada bapak yg mengantar kami untuk menemukan satu alamat dengan menunjukkan jalan sambil berlari, sedangkan kami naik motor. Sebelumnya kami sudah menawarkan untuk diberikan ancer-ancernya saja seperti biasanya, tapi beliau menolak. Ternyata rumahnya memang cukup jauh dan susah untuk dicari, namun kami sampai diantar ke halaman rumah. Jzk khoir Pak. Ada juga keluarga yg menyuguhkan hidangan kepada kami, mengajak ngobrol dan menahan kami pulang, serta membawakan kami salak. Orang yang baik & borderline: banyak ditemui. Orang yang kurang baik: sebenarnya tidak enak hati untuk bilang bahwa orang ini kurang baik, tapi memang mereka agak berbeda daripada yang lain. Pertama, ada bapak yang tidak mengakui bahwa nama yg kami tanyakan adalah nama salah satu anggota keluarganya. Padahal nama istrinya adalah benar. Setelah kami tanya-tanyai lagi, ternyata bapak ini memang agak keberatan jika mengisi kuesioner. Akhirnya setelah kami bujuk, beliau mau. Dan beliau mengakui bahwa nama yang kami sebut tersebut adalah benar nama anggota keluarganya. Selain itu, ada lagi yang sama sekali tidak mengakui bahwa cucunya pernah dibawa ke puskesmas dan mengalami tuberkulosis dengan alasan alamat aslinya bukan di Jogja. Padahal nama anggota keluarganya semuanya klop. Kalau yg ini, wallahu’alam. Ada lagi, kami sudah mendatangi rumahnya sebelumnya dan karena tidak ada bapaknya, kami mengunjungi lagi di lain waktu. Saat kami datangi lagi, pintu rumah terbuka dan kami memberikan salam. Rasa-rasanya waktu itu jatah salam kami sudah habis dan kamu terus saja memberi salam (astaghfirullah, jangan dicontoh). Pada akhirnya kami bertemu dengan Si Mbah tetangganya dan spekulasi beliau adalah orang yang kami cari ada di dalam rumah. Lantas, Si Mbah bertanya “Mbak mau nagih hutang ya?”. Kamipun bertatapan dan sepertinya paham dengan akar masalah. Kamipun pulang, dan tidak hendak kesana lagi. Tidak ada niatan apapun untuk menceritakan 3 tokoh terakhir yg diceritakan disini, kecuali untuk mengambil ibrah agar kita menjadi hamba Allah yang baik.
Nambah Kosa Kata Bahasa Jawa
Jika ada 10 responden yang kami datangi dalam sehari,
kemungkinan ada sekitar 30 orang yang kami tanyai alamat dalam hari itu. Dari
sekian banyak orang yang kami tanyai dalam bahasa Indonesia, sekitar 30%
menjawab dengan bahasa Jawa. Sahabatku yang aslinya orang Sukabumi dan aku
orang Belitung tulen, harus berinisiatif menjawab dengan bahasa Jawa halus
pula. Dan teman-temanku yang asli Jawa menjadi sasaran pertanyaan kami melalui
sms. Setidaknya kami mengetahui nama-nama arah mata angin dalam bahasa Jawa
halus, seperti ngaler, ngilen, dll. Satu hal yang berkesan adalah saat kami
mendatangi rumah seorang responden yang disebelahnya adalah rumah pasangan Mbah
putri & Mbah kakung. Karena pasien tersebut tidak ada di rumah, jadi kami
harus memastikan dengan Si Mbah mengenai keberadaannya. Muncullah percakapan
bahasa Jawa halus seadanya dari kami. Dan akupun ekstra berhati-hati
mengeluarkan kata demi kata agar tidak terjebak ke dalam bahasa Jawa yang tidak
halus. Untungnya temanku yg lebih fasih dariku bisa menyelamatkan percakapan
ini, karena sepertinya vocab dan keberaniannya lebih baik dariku J
Sebenarnya banyak lagi hal-hal yg pengen diceritakan, seperti
sarapan di pinggir sawah, nyasar, nemuin warung mie ayam+bakso super murah
& enak, dll. Namun sepertinya lebih baik disimpan dalam benak. Untuk hasil
penelitiannya, karena ini adalah penelitian case control, ternyata banyak
faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru pada anak. Hasil yang
paling berpengaruh adalah adanya kontak anak dengan pasien tuberkulosis dewasa.
Selain itu, dari semua responden kasus dan kontrol, semuanya sudah diimunisasi
BCG. Bayangkan saja, meski sudah diimunisasi BCG, masih saja ada anak yang
terkena tuberkulosis. Apalagi yang tidak imunisasi sama sekali? Wallahu’alam
bish shawab..