Pages

Thursday, November 20, 2014

Bapak Penjual Buku

Pagi itu, hari ke dua di stase saraf, seorang bapak masuk ke bangsal dengan menjajakan buku-buku dagangannya. Kebanyakan bukunya adalah buku-buku sekolah, khususnya buku latihan ujian nasional. Aku teringat cerita seorang teman yang mengisahkan seorang penjual buku yang bisa menyekolahkan anaknya di kedokteran. Sambil aku dengarkan percakapannya dengan perawat, aku tahu bahwa bapak inilah orangnya. Aku dekati beliau untuk menguak kisahnya.

Bapak ini memiliki dua orang anak. Keduanya berkesempatan kuliah dengan beasiswa. Anak pertama pernah kuliah di Kedokteran Umum UGM dan sekarang bekerja di RS Fatmawati Jakarta. Anak kedua sedang kuliah di Kedokteran Gigi UGM. Keduanya beasiswa. Selama ini aku berpikir, untuk mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri tentunya memerlukan kerja keras yang ekstra. Apalagi beasiswa dari kampus no.1 di Indonesia dengan jurusan yg paling diminati pula. Saat ini, anak pertamanyapun mendapatkan beasiswa untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dengan pilihan spesialisasi Penyakit Dalam atau Anak.

Semakin penasaran saja untuk tahu bagaimana caranya bapak ini mendidik anaknya. Oya, beliau tinggal di Wonogiri dan saat SMA anak beliau bersekolah di  sekolah favorit di Solo. Pemerintah daerahlah yang menggiring mereka untuk merasakan manisnya beasiswa. Entah edukasi apa yang diberikan bapak ini untuk mendidik anaknynya. Namun, beliau menuturkan bahwa daya serap ilmu anak pertama beliau cukup tinggi. Dengan ketekunannya, ia dengan mudah mengerjakan soal-soal yang diberikan. Karena selalu bersama dengan kakaknya, adiknyapun mewarisi kepintarannya. Tidak berlebihan jika ia juga menyabet Kedokteran Gigi UGM dengan beasiswa. Diluar itu semua, ada satu hal yang sering tidak terkuak, namun (aku yakin) merupakan pangkal dari kesuksesan kedua anaknya. Ketika aku bertanya, “Adakah doa khusus yang dipanjatkan untuk mereka Pak?”. Jawab beliau, “Saya melakukan sholat tahajud mba”. Aku terdiam. Apa lagi yang ingin ditanyakan. Tidak ada yang bisa mengingkari, bahwa saat hambaNya meminta di sepertiga malam terakhir, maka Ia akan mengabulkannya.

Akupun izin pamit untuk melanjutkan memeriksa pasienku. Ah, masih banyak yang ingin aku tanyakan Pak. Sebanyak dan selengkap anamnesis yang membuatku penasaran terhadap pasien.