Pagi itu, hari ke dua di stase saraf, seorang bapak masuk ke
bangsal dengan menjajakan buku-buku dagangannya. Kebanyakan bukunya adalah
buku-buku sekolah, khususnya buku latihan ujian nasional. Aku teringat cerita
seorang teman yang mengisahkan seorang penjual buku yang bisa menyekolahkan
anaknya di kedokteran. Sambil aku dengarkan percakapannya dengan perawat, aku tahu
bahwa bapak inilah orangnya. Aku dekati beliau untuk menguak kisahnya.
Bapak ini memiliki dua orang anak. Keduanya berkesempatan
kuliah dengan beasiswa. Anak pertama pernah kuliah di Kedokteran Umum UGM dan
sekarang bekerja di RS Fatmawati Jakarta. Anak kedua sedang kuliah di
Kedokteran Gigi UGM. Keduanya beasiswa. Selama ini aku berpikir, untuk
mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri tentunya memerlukan kerja keras
yang ekstra. Apalagi beasiswa dari kampus no.1 di Indonesia dengan jurusan yg paling
diminati pula. Saat ini, anak pertamanyapun mendapatkan beasiswa untuk Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dengan pilihan spesialisasi Penyakit Dalam
atau Anak.
Semakin penasaran saja untuk tahu bagaimana caranya bapak
ini mendidik anaknya. Oya, beliau tinggal di Wonogiri dan saat SMA anak beliau
bersekolah di sekolah favorit di Solo. Pemerintah
daerahlah yang menggiring mereka untuk merasakan manisnya beasiswa. Entah
edukasi apa yang diberikan bapak ini untuk mendidik anaknynya. Namun, beliau
menuturkan bahwa daya serap ilmu anak pertama beliau cukup tinggi. Dengan
ketekunannya, ia dengan mudah mengerjakan soal-soal yang diberikan. Karena
selalu bersama dengan kakaknya, adiknyapun mewarisi kepintarannya. Tidak
berlebihan jika ia juga menyabet Kedokteran Gigi UGM dengan beasiswa. Diluar
itu semua, ada satu hal yang sering tidak terkuak, namun (aku yakin) merupakan
pangkal dari kesuksesan kedua anaknya. Ketika aku bertanya, “Adakah doa khusus
yang dipanjatkan untuk mereka Pak?”. Jawab beliau, “Saya melakukan sholat
tahajud mba”. Aku terdiam. Apa lagi yang ingin ditanyakan. Tidak ada yang bisa
mengingkari, bahwa saat hambaNya meminta di sepertiga malam terakhir, maka Ia
akan mengabulkannya.
Akupun izin pamit untuk melanjutkan memeriksa pasienku. Ah, masih banyak yang ingin aku tanyakan Pak. Sebanyak dan selengkap anamnesis yang membuatku penasaran terhadap pasien.