Pages

Sunday, August 30, 2015

Public Health Part 2

Di sela-sela magang di Puskesmas, penyuluhan-penyuluhan, dan laporan-laporan, maka alangkah ruginya jika kesempatan hidup di daerah Magelang tidak digunakan dengan sebaik-baiknya. Tahukah kalian, jika pesona wisata di lereng Merapi dan Merbabu tidak kalah indahnya dengan tempat lain sekelas Dieng dan Tawangmangu? Yuk, cek satu persatu!

Ketep Pass
Tempat ini adalah destinasi pertama kami. Lamanya hanya sekitar 20 menit dari Puskesmas Dukun. Letaknya terletak di Desa Ketep Kecamatan Sawangan. Jika tidak berkabut, kita bisa melihat gunung Merapi dari dekat. Sayangnya saat kami datang sedang berkabut. Harga tiket masuk Rp.15.000,00 per orang sudah dengan parkir. Didalamnya ada gardu pandang dan banyak yang menyewakan teropong. Ada juga mini teater bagi yang ingin menonton film tentang fenomena meletusnya Merapi tahun 2010 yang lalu. Untuk masuk ke miniteater harus membayar Rp.7000,00 lagi. Didalamnya juga berjejer kantin dengan berbagai menu sederhana. Jika sudah sering makan di tepi laut, maka cobalah sekali-sekali merasakan sensasi makan di tepi gunung.. Di luar Ketep di tepi jalan juga banyak yang berjualan jagung bakar loh..

Salah satu sudut pemandangan yang tertutup kabut

Sumber: njogja.com

Wisata Strawberry
Sekitar 1 km melewati Ketep Pass, ada wisata strawberi yang sayang untuk dilewatkan. Disini, pengunjung bisa memetik strawberi langsung di kebunnya untuk kemudian dibeli dan dibawa pulang. Tapi, jangan dimakan di dalam kebun dulu ya! That’s the Rule. Pun kalau di kebun kita tidak menemukan strawberi yang matang sempurna (karena sudah didahului pengunjung sebelumnya) maka kita masih bisa membeli strawberi yang sudah dikemas dan dijual oleh pemiliknya.




Hutan Pinus
Masih sekitar 2 km lagi dari wisata strawberry terdapat hutan pinus. Tempat ini memang sudah dikemas sebagai objek wisata. Pengunjungnyapun cukup ramai. Tiket masuknya murah saja, Rp.2000. Kata temanku, seperti berasa di Korea, hhe. 

Jalan masuk ke hutan pinus


Kopeng
Letaknya sekitar 1,5 jam dari tempat kami, tepatnya di Jl. Raya Salatiga-Magelang, Kabupaten Semarang, di kaki Gunung Merbabu. Disana ada taman wisata yang khas dengan taman hiburan, ada  persewaan kuda, kolam renang, outbound, dan lain-lain. Berhubung kami sampai disini jam 4 sore, jadi kami tidak sempat menikmati semua arena disini. Di taman hiburan kami hanya shooting untuk video cuci tangannya Diah. Setelah itu, kami melanjutkan ke hutan pinus yang juga terdapat di sekitar sini. Hutan pinus ini lebih bagus dari yang sebelumnya karena banyak dipenuhi rumput, namun lebih curam dan tidak terlalu luas. Setelah puas berfoto disini, kami lanjut lebih ke atas lagi. Kalau berdasarkan plangnya sih, ini merupakan pintu masuk pendakian Merbabu. Disini juga ada gardu pandang dimana kita bisa melihat merapi berdiri tegak dihiasi pemandangan khas pegunungan di sekitarnya. Masya Allah.. Maha Besar Allah..

Taman Hiburan Kopeng
Sumber: infokopeng.blogspot.com
Hutan Pinus (again)


Punthuk Setumbu
Tempat ini juga disebut sebagai Borobudur Nirwana Sunrise. Di Bukit yang terletak sekitar 5 km dari Borobudur ini kita bisa melihat Matahari Terbit dari balik Merapi dan melihat borobudur tampak simetris dari kejauhan. Kami berangkat dari rumah pukul 3.30 pagi dan kemudian sampai disana saat adzan Shubuh. Setelah sholat, kami mulai mendaki jalan kaki. Ternyata tidak terlalu lama untuk berjalan kaki disana, hanya sekitar 15 menit. Jalannya juga sebagian besar di conblock sehingga memudahkan untuk berjalan. Harga tiket masuuk Rp 15.000 per orang. Kami kira kami sudah telat, ternyata diatas masih gelap. Dibanding wisatawan lokal, wisatawan asing mendominasi. Waktu itu agak tertutup kabut namun kami puas. Matahari muncul malu-malu dari puncak merapi sekitar pukul 06.00 dan kemudian dengan cepat menampakkah dirinya.. Sebenarnya ada Merbabu yang mendampingi merapi, namun karena tertutp kabut jadi tidak terlihat. Daaan bersyukur sekali bisa melihat sunrise pertamaku yang menakjubkan :D

Matahari muncul di balik Gunung Merapi
Candi Borobudur tampak dari kejauhan
Sumber: www.eeshape.com

Oiya, ternyata Punthuk Setumbu – Cando Borobudur – Candi Pawon – Candi Mendut berada dalam satu garis lurus ke arah timur loh! Katanya pembangunan candi dan bangunan suci lainnya direncanakan sebagai perselarasan makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (insaniah). (Sumber: Pamflet setempat)  

Rafting Sungai Elo
Setelah dari Punthuk Setumbu kami melanjutkan perjalanan untuk Rafting di Sungai Elo. Rencana ini adalah rencana terakhir yang sudah kami susun jauh-jauh hari. Sehari sebelumnya kami sudah booking dengan pengelolanya. Ternyata, yang pengelola yang menggunakan sungai Elo sebagai tempat Rafting itu ada banyak. Salah satunya yang kami gunakan ini: KOMPAS. Oleh karena itu bila ingin rafting disini sebelumnya harus survey dulu, karena harga yang ditawarkan masing-masing pengelola berbeda-beda.
Basecamp kami di Kampung Ulu Resort. Dari sana, kami diangkut menggunakan mobil untuk diturunkan di dekat sungai. Maksimal penumpang 6 orang + 1 orang guide. Harga totalnya Rp 650.000 sudah termasuk snack dan makan siang. Jika ingin menggunakan jasa fotografer ditambah Rp 150.000. Untunglah sisa uang kas masih banyak + sisa THR, sehingga tidak mengeluarkan uang bulanan J jarak yang ditempuh seharusnya 12,5 km. Tetapi saat ini airnya agak surut sehingga jarak dipendekkan menjadi 1,5 km menjadi 11 km dalam 1,5 jam. Maklumlah, jika dipaksakan perahu akan mudah tersangkut di batu sehingga akan dikhawatirkan menyusahkan kami. Dinatara rute itu, ditengah-tengahnya ada fase istirahat. Karena 5 orang diantara kami adalah newbie, maka kami sangat antusias mendengarkan penjelasan guide. Dan walaupun terbilang surut, arus disini cukup deras loh! Bagaimana rasanya kalau sedang banjir ya?? Bahkan dari start awal sampai tempat istirahat saat sedang banjir katanya pernah hanya 13 menit. Kalau mau merasakan sensasinya, raftinglah saat musim penghujan, terutama saat malam hari sebelumnya diguyur hujan. Pengen?? Aku juga! Feel the adrenaline!! ;)




Festival 5 Gunung
Festival 5 Gunung ke 14 kali ini diselenggarakan di lereng Gunung Andong dan Gunung Merapi dari tanggal 14-17 Agustus 2015. Nah, di lereng Gunung Merapi diselenggarakan di desa Kami, Desa Sumber. Lima Gunung ini maksudnya adalah Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh. Festival yang bersaaman dengan momen kemerdekaan ini diisi dengan banyak agenda, diantaranya Pentas Seni, sarasehan, pameran seni rupa, dan lain-lain. Acara diisi oleh tokoh seni dari mana-mana loh, bahkan ada dari orang Jepang. Sayang, berhubung banyak laporan yang harus diselesaikan dan Puskesmas libur, maka aku memilih pulang ke Jogja. Hanya ada 1 agenda yang aku ikuti, dan itupun sudah amazing. Aaah, sayang sekali melewati momen langka ini. Tapi apa boleh buat, kewajiban harus di”numero uno”kan. Ada 1 orang temanku yang mengikuti banyak acara ini.

Panggung pementasan

Pagelaran wayang


Itulah destinasi yang kami kunjungi selama stase ini. Sebenarnya masih banyak lagi tempat wisata yang ada di Magelang. Mohon maaf ada foto yang menyadur dari web sebelah karena kamera kami yang tidak kompatibel atau karena lupa foto saking menikmatinya :p
Meskipun banyak jalannya, tapi alhamdulillah kewajiban kami yang lainnya di stase ini juga bisa diselesaikan. Refreshing itu penting! Apalagi stase ini pas ditengah masa koas kami. Aku rasa hal ini dapat mengatasi kejenuhan, dan menguji+mengukur kekompakan sebagai bekal untuk melanjutkan koas 9 bulan ke depan..
Alhamdulillah ‘alaa kulli hal..
Semoga Allah memudahkan dan memberkahi langkah-langkah kami berikutnya.. aamiin



Monday, August 24, 2015

Public Health Part 1

Sudah lama tidak bersua lagi di blog. Catatan terakhir sebelumnya tentang travelling. Rencananya yang ini juga akan bercerita tentang koas sambil travelling: travelling ilmu, pengalaman, persahabatan, dan travelling sebenarnya.. Well, check it out!

Kami menyebut stase ini stase luar. Ya, karena 12 minggu ke depan kami tidak koas di base camp kami, RSUD Wonogiri. Tiga minggu kami akan menjalani stase Forensik di RSUD dr.Moewardi Solo dan sisanya stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Magelang. Bersyukurnya kami, stase ini bertepatan di tengah-tengah perjalanan koas kami, bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Syawal, dan 17 Agustusan. Maka, bolehlah kami menyebut lagi stase ini dengan stase liburan.
Well, saat ini aku tidak akan bercerita tentang Forensik (semoga bisa di lain kesempatan dan lain tempat). Bagiku, semua stase memiliki hikmah untuk diambil pelajaran (alhamdulillah). Daaan..di stase IKM ini ada banyak hal tentang aku, kami, mereka, dan Indonesia yang bisa diceritakan.
Ceritanya, stase ini semacam stase KKN. Dua tahun yang lalu aku KKN di Purworejo dan di bulan Ramadhan dan Syawal juga dengan suasanya yang hampir mirip. Namun, disini kami dituntut lebih profesional. Dengan menyandang gelar dokter muda, semua program dan tindakan kami di lapangan harus dikerjakan secara terencana, runtut, dan sistematis. Tidak boleh ada sesuatu yang dilakukan asal-asalan karena semua program kami akan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan. Agak rumit memang. Tapi dengan ini aku bisa merasakan atmosfer seorang dokter yang bekerja di perifer (red: pedesaan/pedalaman) dengan program yang seabrek.

Ayem, Adem, Amazing
Kami ditugaskan untuk mengampu sebuah Desa, Desa Sumber, Kec.Dukun, Kab.Magelang yang terletak 7 km dari barat Merapi. Kami tinggal selama sekitar 6 minggu di rumah salah seorang warga. Setiap malam kami harus memakai selimut jika tidur. Maklum, suasana dingin khas pegunungan. Saat awal-awal, bahkan ada teman yang belum berani mandi karena airnya seperti air es. Aku sih husnudzhan saja, mungkin ini fase latihan sebelum menghadapi winter di belahan dunia yang lain, hahahaa. Bahkan, ada malam-malam tertentu yang dinginnya sampai menusuk tulang. Kemana-mana harus memakai jaket, tidurpun tidak cukup dengan satu selimut. Kadang kabut juga ikut menutupi pandangan kami, serta menutup bintang yang tampak jelas di malam hari (uhuk). Oya, berbicara tentang bintang, temanku ada loh yang melihat hujan meteor! Jam 3.30 pagi ia menyempatkan diri keluar rumah, melihat ke langit dan menunggu. Walhasil, ia dapat melihat sekitar 10 meteor.
Mata pencaharian utama masyarakat disini adalah bertani. Jadi, tidak heran jika setiap hari disuguhkan pemandangan menawan: sawah, tomat, sawi, kol, dll. Disini juga tenang, jauh dari hiruk pikuk kota. Masyarakat begitu ramah, terlebih keluarga di rumah. Bisa aku katakan, aku sangat betah berada disini.

Mbak, kami kira sales..
Ada yang unik saat kami ke rumah-rumah warga untuk melakukan SMD (Survei Mawas Diri), di masa-masa awal kami masuk desa. Sebuah wawancara dan pengisian kuesioner untuk menilai derajat kesehatan masyarakat serta mencari permasalahan kesehatan untuk kemudian dicarikan solusi bersama. Total kami 6 orang, dibagi 3 kelopok kemudian menyebar ke 12 Dusun. Suatu pagi aku bersama Uca pergi ke suatu dusun naik motor. Aku memakai jas putih dokter sebagai identitas. Namun tidak seperti biasanya, jilbabnya tidak aku masukkan (agar jasnya tidak terlalu kelihatan mencolok). Sedangkan Uca tidak memakai jas. Kamipun mendapati 2 orang ibu-ibu yang bersedia diwawancarai. Di akhir wawancara, kami berbincang. Dan ibu-ibu itu berkata, “tadi itu kami kira sales loh Mba..” Wow, jleb!. Ternyata sales memang sering masuk ke desa untuk menawarkan sesuatu, dan mereka merasa kurang nyaman karena caranya agak sedikit memaksa. Baiklah, tidak apa-apa ibu. Akhirnya, Uca memakai jasnya.
Berikutnya, kamu masuk lebih dalam. Di dusun ini agak sulit menemukan orang yang mau diajak wawancara. Saat kami sedang mencari, ada seorang bapak yang tadinya tidak mau diajak wawancara, menawarkan kepada yang lain. “Sopo kui?? Sales?” (Siapa itu? Sales?) Jleb lagi. Woww, apakah sesorang dengan jas putih ini mirip sekali dengan sales? Husnudzon aja.

Petani: tanpamu, apa jadinya aku?
Betapa kagetnya kami saat tahu bahwa banyak petani di negeri ini yang penghasilan per bulan tidak lebih dari 1 juta dan penghasilan setiap hari yang tidak menentu. Bertemu dengan warga membuat kami banyak tahu tentang mereka. Padi yang sejak penanaman hingga panen total 5 bulan bahkan hanya mendapatkan uang 1.500.000. Sawi 1 kg pernah hanya Rp 300. Tomat 1 kg Rp.100. Entahlah, apa yang salah dengan negeri ini. Tidak sampai hati jika harus mengkalkulasi dan berpikir bagaimana mereka membiayai anak istrinya. Tapi, mereka tampak bahagia saja. Untuk makanan sehari-hari mereka mengambil bahan dari kebun. Bahkan ada yang sengaja tidak menjual hasil kebunnya dan hanya dikonsumsi sendiri. Kehidupan mereka tidak terbebani oleh masalah remeh temeh yang sekedar iri dengan gonta gati mobil orang lain, tidak risih dengan keberhasilan orang lain. Sekali lagi, kehidupan mereka tampak bahagia. Happiness is Simple!

This is a truly friendship
Dalam suatu hadits pernah disebutkan, bahwa jika kita ingin mengetahui kebiasaan seseorang, maka tinggallah semalam dengannya. Jika satu malam saja sudah bisa tahu, bagaimana yang tinggal selama 6 minggu? Ya. Semua kelebihan dan kekurangan orang-orang dalam satu kelompok ini tidak bisa ditutupi lagi. Perihal aib, kita tutupi saja ya, karena Allahpun menutupi aib hambaNya. Dalam satu kelompok ini ada yang jago masak, sehingga kalau kita bosan dengan makanan di rumah yang itu-itu saja maka ia akan beraksi. Ada yang pinter power point, sehingga masalah tampilan slide presentasi diserahkan kepadanya akan beres. Ada yang jago otak atik program komputer, sehingga perihal error, minta ajarin, dsb menuju dia saja. Ada yang pinter banget, sehingga kalau kita ada yang lupa nama obat atau diagnosis penyakit tanya dia saja. Ada yang perfeksionis dan detail, sehingga sering bikin ribet temannya tapi dia yang mengompori kegiatan kami selama ini. Terakhir, ada pelebur suasana sehingga kalau ada dia kadang kita bisa ngakak dan muncul ide-ide konyol.  
Entahlah, dengan modus jahilnya mereka, kadang rahasia pribadi yang aku simpan rapatpun bisa terbongkar. Aku percaya, tidak ada yang berpotensi untuk terjadi cinta lokasi diantara kami, walaupun 5 orang dari kami adalah jomblo dan kami telah satu kelompok selama > 1 tahun. Masing-masing kami punya cerita. Kadang, kami tidak sungkan lagi untuk bercerita mengenai kehidupan pribadi. Jujur saja, aku termasuk tipe introvert sehingga kalau terjadi sesuatu akan disimpan sendiri. Tapi, bagi kami, semuanya bisa terbalik. Bahkan, ada yang sampai menangis mencurahkan problemnya. Simple. Sekadar didengarkan saja sudah menjadi solusi. Tapi, bersama mereka lebih dari solusi. Setelah itu kami akan tertawa lagi..haha

Impossible is nothing!
Di stase ini, ada banyak hal-hal baru yang aku lakukan. Tentu saja, itu diluar dugaan. Pertama, kami dianggap sudah kompatibel untuk menangani pasien di poli. Padahal, kami baru menjalani separuh stase. Oleh karena itu, kami disuruh menangani pasien sendiri tanpa diawasi dokternya. Ada rasa was-was karena rasanya ilmuku belumlah sempurna.  Sebelumnya aku pernah melakukan hal ini saat jaga stand RSUD di Pameran Wonogiri. Ini yang kedua kalinya. Saat pasien datang, kami anamnesis, diagnosis, dan meresepi obat. Kalau kurang percaya diri, kami semeja berdua. Kalau sudah percaya diri, sendiripun tidak masalah. Kadang kami sampai mencari dokternya ke ruangan lain karena bingung dengan diagnosis atau obatnya karena ada pasien yang jika tidak bisa ditangani di puskesmas harus segera di rujuk. Kami juga membantu tindakan di IGD sehingga banyak ditemui kasus-kasus yang belum pernah kami dapat sebelumnya.
Berhubung impossible is nothing, maka akupun membuat video promosi kesehatan sesuai saran dosen pembimbing. Aku belum pernah menyentuh applikasi pembuat video sebelumnya, namun alhamdulillah semuanya selesai. Melalaui proses shooting yang melibatkan teman-teman lainnya, dan editing maka video berupa film pendek tentang bahaya merokok yang berdurasi 12 menit itu berhasil diselesaikan.
Impossible is nothing yang terakhir adalah saat kami bisa menyelesaikan semua laporan stase ini. Ah, pengen rasanya bercerita tentang hadits Rasulullah saw yang menyebutkan bahwa waktu luang adalah hal yang sering dilalaikan untuk disyukuri. Di stase ini, laporan dan penugasan yang WOW bisa membuatmu tahu bahwa kamu bisa mengukur kemampuanmu dengan mempergunakan waktu seoptimal mungkin.

Jalan-jalan Men..

Insya Allah lanjut part 2 ya.. :)

Saturday, April 4, 2015

Co-Ass's Holiday

Koas sudah berjalan 9 bulan. Kalau orang hamil, masa-masa ini adalah saat menanti persalinan. Baru saja kami menyelesaikan stase obsgyn yang konon merupakan stase yang menjadi momok di dunia per-koas-an. Mengapa momok? Cari tahu sendiri yaa.. Yang jelas, kami bersyukur sudah melewati stase ini dengan ‘wow’..

3 minggu sebelum obsgyn selesai..
Aku berinisiatif ingin travelling keluar Jogja saat liburan nanti. Nginep. Bersama teman-teman. Setelah sebelumnya rencanaku ingin menghadiri nikahan sahabat batal karena tidak diizinkan Bapak. Maka akupun memutar otak untuk menjadikan liburan ini berkualitas. Entahlah, saat itu rasanya otakku berada di titik jenuh sehingga perlu refreshing CITO!.
Akupun menyampaikan niatan itu ke teman-teman. Tanggapannya bermacam-macam, ada yang menjadikannya gojekan (walaupun sebenarnya mau), ada yang sudah punya planning liburan ke tempat lain, ada yang lagi bokek, dll. Akhirnya, terpilihlah 3 orang dari kelompokku yang siap untuk berangkat. Mengingat perjalannan ke Bromo akan lebih hemat jika banyak orang, maka salah satu temanku mengajak temannya yang lain. Alhamdulillah bisa terkumpul >5 orang, namun baru bisa berangkat kamis. Kamipun setuju.

4 hari sebelum keberangkatan..
Aku baru saja diberi tahu jika temannya temanku tidak bisa ikut, karena ada keperluan yang tidak bisa ditinggal. Sedih sekali rasanya saat itu, karena kemungkinan berangkat hanya dengan 3 orang semakin kecil. Husnul, temanku, yang konon sudah bertanya kesana kemari tentang perjalanan ke Bromo meyakinkan kami bahwa biaya yang dikeluarkan akan sangat membengkak jika cuma bertiga. Perdebatan dan negosiasi semakin alot sampai H-2 dan belum mencapai kata sepakat. Yang kami pikirkan adalah penginapan dan transportasi ke Bromo. Untuk menghemat biaya, kami sebaiknya menggunakan kendaraan umum (Bison) dari Probolinggo-Bromo. Namun, jikapun nanti kami telah selesai dari Bromo saat sore hari (karena kami rencananya tidak ingin melihat sunrise) maka tidak ada Bison yang kembali ke Probolinggo pada waktu itu. Oleh karena itu, kami harus mencari penginapan disana dan akan mengeluarkan biaya lagi. Opsi lainnya jika tidak ingin memakai kendaraan umum dan tidak ingin menginap disana, maka kami harus menyewa mobil. Harganyapun juga akan sama membengkak. Sebuah dilema yang kami perdebatkan. Akupun berinisiatif mengajak Diah yang saat ini sedang ada di Probolinggo untuk bisa memberikan kami tumpangan saat disana. Awalnya, Diah tidak jadi ikut kami karena ingin ke Jember. Namun ternyata ada perubahan rencana. Saat tahu kamu berniat ingin kesana, diapun membatakan rencananya yang lain untuk ke Malang dan bersedia menampung kami. Karena sudah berempat, kamipun kembali bernego. Tapi tetap saja uang yang dibutuhkan >500 ribu. Malam itupun aku menyerah. Tidak apa-apalah tidak berangkat..
Keesokan paginya, Diah kembali membuka obrolan, apakah kami jadi berangkat atau tidak? Entahlah, mungkin dia belum paham tentang keputusan kami semalam. Akupun sebenarnya sangat menyayangkan, rencana yang kami buat dari jauh-jauh hari mendadak tidak jadi hanya karena masalah finansial. Wahyu, yang semangatnya sama besar denganku untuk pergi, juga menyayangkan hal ini. Akhirnya, kami membuka obrolan kembali di grup untuk memperjuangkan keberangkatan walaupun dengan finansial yang membengkak. Namun, husnul tetap masih keberatan, karena budgetnya cuma 500 ribu. Akupun mungkin lebih keberatan daripada dia, karena hanya mengandalkan uang dari uang bulanan yang dikirimi orang tua. Oya, ternyata dia tidak tahu kalau ada kereta Jogja-Probolinggo Rp.50.000,00. Sepengetahuannya, kesana hanya bisa lewat bus Jogja-Surabaya-Probolinggo yang harganya >100.000,00. Setelah tahu, iapun agak melunak. Capek juga sebenarnya berdebat. Atas saran Wahyu, lebih baik langsung ke stasiun untuk membeli tiket kereta, harapannya agar jadi berangkat, tak banyak berdebat lagi. Finally, tiket sudah di tangan, untuk keberangkatan besok, hari kamis pukul 08.50. Nekat !
Sepulang dari stasiun, kami kumpul di rumah Wahyu untuk membicarakan perihal keberangkatan. Kami juga baru dapat kabar dari Diah bahwa kakaknya yang tinggal di Probolinggo yang akan membayar sewa mobil kami ke Bromo, tetapi uang jeepnya kami bertiga saja yang bayar. Alhamdulillah.

Keesokan paginya..
Aku sudah berada di Stasiun Lempuyangan pukul 08.20 dan setengah jam lagi kereta berangkat. KA.Logawa berangkat dari Purwokerto dan oleh sebab itu kami tidak boleh telat. Sambil menunggu, akupun sarapan nasi kuning yang tadi sekalian dibeli saat hendak berangkat. Oya, dari Stasiun ini aku berangkat dengan Wahyu saja, sedangkan Husnul berangkat dari Solo karena sedang ada keperluan disana.

08.35. Wahyu belum juga datang. Tidak ada kabar dari Line. Nasiku yang masih tersisa tidak aku habiskan karena perasaanku yang tidak enak. Entahlah. Saat ini tiket Wahyu ada di tanganku.

08.40. kereta Logawa tiba. Wahyu belum datang. Akupun semakin khawatir. Biasanya kereta cuma berhenti 5 menit. Saat di tempat pengecekan tiket, aku bingung harus bagaimana. Ingin aku titipkan saja tiket Wahyu kepada petugas agar nanti saat ia datang aku tidak perlu mengantarkannya lagi. Namun beliau menolak. Dengan langkah gontai aku menuju kereta dan duduk ke kursi. Pikirku, biarlah nanti Wahyu menyusul kami  dengan bis saja, karena untuk hari itu kereta ke Probolinggo hanya sekali. Atau, kemungkiann terburuknya, Wahyu tidak jadi ikut kami. Pikiranku sudah aneh-aneh saja. Selang 2 menit kemudian, ada Line dari Wahyu kalau dia sudah di stasiun. Sontak akupun langsung lari menghampirinya ke tempat pengecekan tiket. Ada rasa malu rasanya saat berlari. Tidak melihat ke kanan kiri, akupun diteriaki oleh calon penumpang yang sedang menunggu kereta selanjutnya, “ayo..ayoo”. Whateverlah. Akhirnya, tiket sudah sampai dan kami segera kembali ke kereta lewat gerbong yang terdekat untuk antisipasi jika kereta langsung berangkat dan untuk menghindari orang-orang yang tadi meneriakiku. Gerbong kami terletak di bagian paling belakang. Aku jadi teringat film ‘5 cm’ yang saat itu juga nyaris ketinggalan kereta. Hanya saja, kami tidak sampai kereta yang sudah berjalan. Lima menit kemudian, keretapun berangkat..

Di Kereta..
Meskipun kelas ekonomi dan hanya membayar Rp.50.000,00, fasilitas kereta ini lumayan memuaskan. BerAC,  bersih, tertib, toilet nyaman, dan tidak ada lagi pedagang asongan yang berjualan. Sepertinya PT. KAI banar-benar melaksanakan komitmennya untuk menjadikan alat transportasi ini menjadi nyaman untuk digunakan masyarakat. Perjalanan Jogja-Probolinggo ditempuh selama 8 jam. Kami tiba saat maghrib dan langsung dijemput oleh keluarga Diah.

Goes to Bromo
Jam 7.00 kami mulai berangkat dengan mobil sewaan. Hari agak berawan pagi itu. Doaku, semoga langit hari ini biru dan pemandangan disana tidak tertutup kabut. Probolinggo-Bromo ditempuh dalam waktu 1 jam. Oya, saat itu kami belum memesan jeep untuk keliling Bromo, karena mobil biasa tidak diperkenankan untuk memasuki area (mungkin karena medan yang sulit). Untunglah, Mas Feri, driver kami ternyata memiliki relasi jeep dan harganyapun cukup wajar. Akhirnya, setibanya disana kami langsung dijemput jeep.
Perjalanan beberapa kilo sebelum Bromo sudah disambut dengan rentetan bukit-bukit dan tanaman perkebunan khas dataran tinggi. Jalannyapun menanjak-berkelok yang jika dibandingkan dengan Dieng masih lebih sempit disini. Masyarakat sekitar didominasi beragama hindu, sehingga agak sulit menemukan masjid/mushola. Sesampainya di pos pemberhentian, kami sudah disambut jeep dan langsung berpindah mobil.
Memasuki kawasan Bromo, kami begitu terpukau. Selama ini tempat ini hanya kami lihat di buku/internet/media lain, tetapi hari ini kami berada disini. Bukannya lebay, tapi saat memasuki lokasi, kami disambut dengan lapangan pasir yang luas, hamparan bunga berwarna kuning & ungu, padang rumput yang menghijau, kabut halus nan lembut, dan bukit dan gunung yang mengelilingi kami. Sebuah dunia lain seperti surga yang Allah berikan untuk dunia.

Lokasi pertama kami adalah Savana+Bukit Teletubbies.
Salah satu keuntungan bepergian di musim hujan adalah saat semuanya menghijau, khususnya tempat ini. Di bukit seberangnya, saat musim panas kemarin sempat terbakar. Bersyukurnya kami masih bisa menikmati momen ini.



Setelah dari bukit teletubbies, kami menyempatkan diri untuk berhenti dan berfoto di hamparan bunga yang berwarna kuning dan ungu (tidak tahu apa namanya). Karena lokasi ini sebenarnya bukan lokasi tujuan resmi dan bahkan jeep berhenti di tengah jalan, jadi kami tidak bisa berlama-lama disini. Foto yang diambilpun tidak maksimal.

Padang Bunga.. So beautiful! Masya Allah


Lokasi Kedua, Pasir Berbisik
Disebut pasir berbisik karena saat ada angin dan kita meletakkan telinga didekat pasir, maka akan terdengar suara seperti orang berbisik. Sebenarnya tidak ada apa-apa disini, hanya saja view untuk berfoto dengan background gunung tanpa lebih bagus. Karena kemarin malam di lokasi ini hujan, maka pasir cenderung minim untuk menghasilkan debu.



Lokasi Ketiga, Kawah Bromo
Jeep hanya berhenti di tempat yang sudah disediakan dan tidak bisa mendekat ke kawah. Padahal jaraknya cukup jauh dan menanjak. Kami hanya diberi waktu ±1 jam untuk kembali lagi ke tempat jeep. Waktu yang sangat singkat dan membuat kami bergegas. Sebelu kami keluar dari jeep, tukang kuda sudah menawari kami untuk naik kesana. PP 100 ribu. Kami tahu tidak mungkin untuk naik kuda, karena budget kami tidak dianggarkan untuk itu. Akhirnya, tukang kuda itu terus mengikuti kami walaupun kami terus berjalan, hingga harga diturunkan PP 70 ribu atau pergi saja 30 ribu. Melihat medan yang tampaknya begitu terjal akhirnya aku dan Diah terpengaruh untuk naik kuda saat pergi saja. Dan heeii, ternyata naik kuda tak seperti yang aku bayangkan. Perlu keseimbangan ekstra dan harus dalam kondisi rileks. 
Otw kawah with Ucil (nama kuda)

Dan sesampainya di ujung tangga kawah, aku berpikir ternyata pilihanku naik kuda adalah pilihan yang tepat. Wahyu yang memilih tidak naik kuda, benar-benar ngos-ngosan. Belum lagi kami harus menaiki anak tangga yang curam untuk mencapai kawah. Kawah Bromo seperti kawah gunung pada umumnya. Bau belerang yang khas menyelimuti kami. Disana juga ada bapak penjual edelweiss dan tanaman gunung lainnya. Kami tahu saat itu adalah waktu kami untuk seharusnya tiba di lokasi lagi. Tapi apa daya kami tidak sanggup untuk mempercepatnya, dan untunglah drivernya tidak marah.

Kawah Gunung Bromo


Air Terjun Madakaripura
Selepas dari Bromo, kami melanjutkan ke air terjun yang lokasinya tidak jauh dari sana. Awalnya kami agak khawatir ke tempat ini, karena semalam hujan dan rawan longsor. Namun, karena saat ini tidak hujan, akhirnya kami memberanikan diri kesana. Sesampinya di parkiran, kami disambut bapak penjual jas hujan karena disana kami pasti akan basah-basahan. Untunglah, aku sudah membawa  jas hujan dari Jogja. Memasuki lokasi, kami harus berjalan ±1 km. Awalnya ada pemandu yang menawarkan diri untuk membantu dengan upah Rp 50ribu, namun kami menolak. Tetapi saat kami berjalan ada pemandu lain yang otomatis saja langsung menemani kami dan pada akhirnya banyak membantu kami sepanjang perjalanan.
Kami melewati jalan setapak yang memang khusus dibuat untuk pengunjung. Perjalanan kami ditemani arus sungai sepanjang jalan dan diapit ngarai yang curam di kiri dan kanan. Sampai pada suatu tempat dimana kami harus memakai jas hujan karena melewati jalan satu-satunya yang dihujani air terjun kecil. Baru kali ini aku melihat air terjun seperti ini. Saat itu saja, rasanya semua beban di pundak hilang. Begitupun teman-temanku. Bahagia sekali tampaknya. Kami sempatkan untuk berfoto sebentar disana.


Selanjutnya, kami menuju air terjun utama. Air terjun berada di balik bukit batu, jadi harus melewati batu-batu yang curam untuk menuju kesana. Akupun tidak berani untuk berjalan sendiri karena saat itu memakai rok dan disebelahnya adalah arus sungai yang deras dan dalam. Tergelincir sedikit, fatal sekali akibatnya. Daaaaan, masya Allah, air terjun ini adalah terbesar yang pernah aku lihat. Air terjun Grojogan Sewu pun masih kalah. Kami hanya bisa berfoto dan tidak bisa berenang karena arusnya sangat deras dan dalam. Surga dunia kedua yang aku lihat hari ini.

Air Terjun Madakaripura

Saat perjalanan pulang, Wahyu dan Husnul kembali mengajak kami untuk ke Malang. Sebelumnya, saat di kereta, melanjutkan perjalanan ke Malang adalah ideku, karena hanya selangkah lagi kesana. Namun, saat kami diskusikan lagi semalam, karena pertimbangan waktu, biaya, weekend, dan macet, maka rencana ke tempat ini dibatalkan. Tujuan kami adalah Jatim Park di daerah Batu. Daaan, sore ini rencana itu kembali dibahas. Kendala kami saat ini yang sebenarnya adalah waktu, karena hari senin kami sudah memulai aktivitas koas di Wonogori. Maka, akan sangat wasting time jika memakai kendaraan umum yang notabene lebih murah. Maka, kami bernegosiasi dengan mas Feri untuk harga sewa mobil ke Malang dan akhirnya sampai di titik kesepakatan. Besok fix ke Malang! Sesampainya di Probolinggo, kami langsung menuju stasiun untuk membeli tiket Malang-Jogja hari Sabtu malam, karena kami ingin mengejar waktu untuk pulang ke Wonogiri Minggu sore. Alhamdulillah masih ada dan langsung kami beli. Tiket pulangpun sudah di tangan.

Goes to Batu, Malang
Keesokan paginya, pukul 05.15 kami pamit dan langsung menuju Malang. Probolinggo-Batu ditempuh dalam 2,5 jam. Rencana kami adalah Jatim Park I saja, karena menurut yang sudah pernah kesana, butuh waktu seharian untuk menyelesaikannya. Kami tiba pukul 08.00 dan orang-orang masih sepi. Kami sarapan terlebih dahulu dan bersyukurnya kami, dua hari ini di perjalanan kami membawa bekal dari rumah keluarga Diah. Karena Weekend, harga Jatim Park I Rp. 80.000,00. Ada yang satu paket dengan Museum Tubuh, Rp 100.000,00. Karena bedanya hanya sedikit dan letaknya bersebelahan, maka kami ambil keduanya.
Memasuki Jatim Park I, kami diajak untuk mencintai budaya Indonesia, karena terdapat miniatur rumah adat, kraton, candi, sejarah, dan lain-lain. Sebagiannya juga berisi sains seperti halnya di Taman Pintar Yogyakarta. Semua wahana berjumlah 52. Oleh karena itu, kami tidak berlama-lama di wahana ini karena menghemat waktu untuk bisa menikmati wahana permainan. Wahana permainan terletak di bagian belakang. Pada dasarnya, wahana disini seperti di DuFan, namun dalam porsi yang lebih kecil. Untuk menikmati wahana ini, dibutuhkan jumlah orang minimal. Jadi, akan lebih baik jika beramai-ramai datang kesini.  Yeah, selamat bermain!

Wahana Permainan Jatim Park 1 dengan latar belakang Gunung ...??

Saat itu sudah pukul 14.30 dan kami belum ke Museum Tubuh. Masuk ke museum ini seperti masuk ke dalam tubuh kita sendiri. Dengan anatomi tubuh raksasa namun tetap dalam porsi yang proporsional, museum ini mampu mengikat hati kami. Ada 6 lantai (kalau tidak salah) dan kami naik dengan lift. Kami masuk dari bagian mulut dan berlanjut ke bagian tubuh lain. Masing-masing bagian memiliki satu pemandu yang menjelaskan anatomi dan fisiologinya. Sebenarnya, ingin sekali berlama-lama namun karena kami sudah pernah mendengar teori ini (sok-sok annya muncul) dan kami sedang mengistirahatkan otak ditambah kami agak buru-buru  jadi sepertinya agak malas untuk mendengarkan. Sampai akhirnya pemandu tahu bahwa kami adalah koas dan kami diperlakukan untuk segera dipercepat dan masuk ke ruang kadaver. Di akhir perjumpaan kami, akhirnya pemandu berkata, “kalian sih terlalu cepat lulusnya..”. iya, karena museum ini baru saja dibuka 3 bulan yang lalu dan sering digunakan sebagai tempat studi banding mahasiswa kedokteran atau medis lainnya. Pukul 15.30 kami menuju Malang.

Otak raksasa @Museum Tubuh

Di Malang, kami disambut hujan deras dan saat itu masuh pukul 16.40. Kamipun menyempatkan mampir di Mall dan pada pukul 17.45 kami menuju stasiun. Pukul 19.30 kereta Malioboro Express berangkat menuju Yogyakarta. Waktu itu kami membeli tiket untuk kelas ekonomi, walaupun sebenarnya di gerbong depan ada kelas eksekutif. Malam itu, kami tidur dengan pulas di kereta. Aku beberapa kali naik kereta malam dan belum pernah merasakan pulasnya tidur selain malam itu. Alhamdulillah, kami tiba di Stasiun Tugu pukul 04.00. Akhirnyaaa, liburan selesai dan siap-siap memasuki Stase Anak esok hari. Dan siap-siap berhemat juga..

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin..